Sabtu, 30 Maret 2013

Pengalaman Berurusan dengan Polisi, Mengecewakan!

Dari 2 Januari 2013 sampai 28 Maret 2013 saya menjalani salah satu mata kuliah kampus yaitu Praktek Kerja Lapangan. Saya PKL di sebuah perusahaan IT di Bali, dan seperti PKL-PKL yang sebelumnya, terbukti bahwa, memang belajar di kampus hanya untuk mencari nilai, bukan ilmu. Karena saya telah menyadari hal ini dari bangku SMA, salah satu motivasi saya kuliah saat ini hanya untuk mencari ijasah, karena ilmu itu bisa didapatkan di mana saja jika kita mau. Dunia sangat luas.

PKL kali ini adalah PKL yang benar-benar beda dari yang lain. Saya tidak akan menceritakan ilmu apa saja yang telah saya peroleh selama PKL, tapi saya akan menceritakan cerita sedih saya kehilangan laptop dan pengalaman tidak mengenakan berurusan dengan polisi.

Laptop kesayangan raib digondol maling, pintu kamar KOS saya dijebol dengan linggis saat kebetulan keadaan sepi di KOS. Yang lebih miris, project PKL yang sudah hampir rampung belum sempat saya backup. Dan yang lebih miris lagi, ternyata yang membawa kabur laptop kesayangan saya adalah tetangga KOS saya sendiri. Tetangga KOS yang 'NASKLENG' (bahasa daerah Bali, bagi yang ingin tau artinya silahkan cari di Google :D) itu kabur tanpa menyisakan apapun. Dan setelah diketahui oleh pemilik KOS, ternyata sang tetangga belum bayar KOS selama sebulan. Hahaha Jahanam.


Dari caranya mencuri sangat kentara bahwa sang tetangga saya ini benar-benar maling yang tolol. Saat itu tidak hanya ada laptop saja di kamar KOS, ada Harddisk external, USB Flashdisk, 2 buah modem dengan quota internet yang masih full dan beberapa barang lainnya. Bahkan ada uang receh di atas meja masih utuh sempurna tanpa tersentuh (recehnya banyak loh). Kelihatan sekali sang maling memang gaptek level 99.

Laptop raib bukan berarti saya hanya diam saja. Langsung saya meluncur ke kantor polisi terdekat. Setelah saya melapor dan ditanyai banyak hal oleh polisi, pada akhirnya saya sudah tau bahwa tidak ada gunanya saya melapor ke polisi. Bukan saya menyerah dan mengikhlaskan laptop saya (saat itu belum), tapi karena saya memang tidak percaya dengan kinerja para polisi yang menangani kasus saya.

Saya kira polisi Indonesia seperti polisi yang saya lihat di film-film di TV, punya berbagai akses informasi dengan sistem komputerisasi yang canggih. Namun dengan apa yang saya lihat dengan mata kepala saya sendiri, semua proses penyelidikan memang tidak memanfaatkan kecanggihan teknologi informasi. Memang ada seperangkat komputer di kantor polisi tersebut, tapi hanya sekedar untuk mengetik. Saya telah memberikan identitas pelaku pencurian, mulai dari nama lengkap, no polisi kendaraan, no HP, dan segala hal yang telah berhubungan hingga alamat rumah sang pencuri yang memang berasal dari pulau jawa. Konyolnya, saat saya melapor, polisi tidak berbuat banyak. Bahkan ada salah satu polisi yang berkata seperti ini saat saya dimintai keterangan, "Wah kalau sudah lewat pelabuhan susah nyarinya dik". Hahaha ini benar-benar konyol. Oke jangankan sistem informasi yang canggih yang bisa mengakses semua informasi penduduk Indonesia, nomor telepon kantor polisi tetangga saja tidak semua polisi yang tau. Hal ini terbukti saat saya mendengar percakapan dua orang polisi, yang salah satunya sedang menanyai no telepon polsek tetangga untuk kepentingan penyelidikan.

Saat dimintai keterangan saya sempat berdebat dengan seorang polisi. Memang polisi ini membuat saya kesal, gaya bicaranya agak ngeyel, tidak mencerminkan slogan polisi yang katanya mengayomi masyarakat. Saat itu sang polisi benar-benar membuat kesal, saya telah membawa berbagai bukti dan saksi bahkan mengatasnamakan korban lain yaitu pemilik kos yang biaya kosnya belum dibayar, tapi tetap saja dia tidak percaya dengan keterangan yang saya berikan, bahkan ngomong lebih ngeyel.

Coba anda pikirkan bagaimana bisa seorang pelapor yang telah mengetahui identitas seorang pencuri, polisi tidak bisa menangkapnya, konyolnya tidak bisa mengetahui keberadaanya. Bahkan adik saya yang berusia 12 tahun saja lebih ahli mencari informasi di internet. Entah memang anggaran yang tidak memadai atau bagaimana, tapi saya sebagai masayarakat korban pencurian memang sangat-sangat kecewa dengan kinerja polisi di daerah saya. Semoga saja, di daerah lainnya kinerja polisi tidak cacad seperti ini.

Tapi syukurnya sistem keamanan data di laptop saya sudah lumayan baik. Saya menggunakan distro Linux Mint dengan single OS. Setidaknya dia tidak bisa menggunakan data-data yang ada di hardisk untuk keperluannya karena memang harddisk diformat dengan EXT4 (dan mana ada maling gaptek yang mau pake OS kayak Linux, apalagi mau menjebol LOL :D). Jikapun dia ingin menggunakan laptop saya, dia harus mengetahui passwordnya terlebih dahulu. Kalau dijual, ngga akan laku lebih dari 2 jutaan, karena kondisi latop saya penuh dengan bekas stiker, bahkan lem. Ditambah lagi baterynya sudah dalam keadaan drop. Tapi tetap saja, berapapun harga latopnya, nilainya ngga akan bisa menandingi harga data yang ada di dalamnya. Makannya nilai orang dari dalamnya, jangan dari penampilan luarnya bray (Sedikit berkotbah ngga apalah :D )

Sejak kejadian ini, saya banyak mendapatkan pelajaran. Jika anda juga merupakan mahasiswa yang kos-kosan, ada baiknya anda peka terhadap lingkungan anda. Lakukan pendekatan dengan semua tetangga kos (jangan cuma sama yang bodynya bahenol doang bro), ketahui identitasnya, darimana dia berasal, pekerjaan, catat plat kendaraanya dan lain sebagainya. Nanti informasi itu bisa anda gunakan jika anda mengalami hal yang sama dengan saya. Tapi tentunya polisi di daerah anda lebih koperatif tidak seperti polisi di daerah saya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar